Thursday, September 25, 2008

Obat Generik dan Puskesmas: Terlalu Dipandang Rendah


Dipublikasikan Media "Padang kini" Rabu, 24/9/2008

Oleh: Hardisman *)


"Buat apa beli mereknya, yang penting khasiatnya" kata sebuah iklan dalam mempromosikan obat generik. Namun persepsi masyarakat terhadap obat generik tidak jauh berubah. Berdasarkan pengalaman penulis selama menerima konsultasi dari pasien, pada umumnya mereka tetap menganggap bahwa obat generik adalah obat kelas bawah dan bermutu rendah. Sebaliknya mereka berpendapat bahwa obat paten adalah obat yang sangat bagus mutunya bila dibandingkan dengan obat generik itu.

Pandangan masyakat yang memandang obat paten sebagai obat bagus tentu tidaklah sepenuhnya salah, tetapi menganggap obat generik sebagai obat kelas bawah dan bermutu rendah inilah yang tidak benar. Pandangan rendah terhadap obat generik jelas menimbulkan masalah dalam pelayanan kesehatan di tanah air.

Salah satu penyebabnya adalah penggunaan istilah ‘obat paten' yang salah di masyarakat, serta telah mengalami pergeseran makna. Istilah ‘obat paten' bagi masyarakat di Indonesia terutama masyarakat Sumatera Barat langsung dikaitkan dengan kualitasnya, karena kata-kata ‘paten' dalam keseharian masyarakat bermakna ‘top' atau ‘paling bagus.' Sehingga secara langsung memandang obat paten adalah obat paling bagus dan sebaliknya obat generik adalah obat berkualitas rendah.

Sebenarnya yang dimaksud dengan obat paten itu adalah ‘obat bermerek' (Branded name medicine). Obat bermerek ini merupakan obat yang dipasarkan dengan nama dagang tertentu yang didaftarkan oleh perusahan produsennya, sedangkan obat generik dipasarkan dengan nama aslinya yang dapat diproduksi oleh setiap perusahaan produsen obat, misalnya obat generiknya adalah Paracetamol dan nama dagang lainnya adalah Panadol, Sanmol, dan lain sebagianya. Namun asumsi umum masyarakat bukanlah demikian.

Pandangan rendah masyarakat terhadap obat generik ini diperparah oleh dokter pada preaktek pribadi dan pelayanan swasta yang hampir tidak pernah memberikan informasi apalagi memberikan resep obat generik tersebut. Akhirnya menjadi asumsi umum bahwa obat generik adalah obat murahan dengan bukti tidak pernah direkomendasikan dokter.

Dengan memandang rendah mutu obat generik, masayarakat atau pasien merasa tidak puas terhadap pelayanan kesehatan bila mendapat obat generik. Masyarakat menganggap pengobatan yang diberikat bukanlah pelayanan maksimal.

Pandangan rendah ini juga berimbas kepada pandangan masyarakat pada pengobatan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas yang menyediakan pelayanan kesehatan terdepan dengan memberikan obat generik dianggap sebagai tempat berobat masyarakat kelas bawah. Puskesmas yang seharusnya menjadi pusat pelayan kesehatan menyeluruh mulai kedokteran pencegahan dan pengobatan tidak dapat berjalan dengan baik.

Masyarakat yang mempunyai biaya yang cukup untuk berobat lebih cenderung untuk berobat langsung ke dokter spesialis atau ke rumah sakit besar, meskipun penyakitnya hanya pegal-pegal atau batuk pilek biasa. Pada sebagian masyarakat, perilaku dan gaya berobat seperti ini merupakan suatu ‘prestise' dan sebaliknya mereka ‘gengsi' untuk berobat ke Puskesmas.

Pada kelompok masyarakat yang mempunyai Asuransi Kesehatan (Askes) yang harus mendapatkan rujukan untuk berobat ke Rumah Sakit (RS) besar tidak jarang datang ke Puskesmas bukan untuk menceritakan keluhannya, tetapi datang langsung untuk meminta surat rujukan. Mereka menilai berobat ke ke RS adalah hak mereka.

Padahal jika kasus yang dirujuk bukanlah penyakit yang membutuhkan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut justru akan merugikan pasien itu sendiri, karena dengan banyaknya kasus dan kunjungan di RS, dokter akan lebih fokus pada kasus-kasus tingkat lanjut. Juga, pengobatan yang didapat di RS juga tidak akan jauh berbeda dengan di Puskesmas yang mungkin hanya dengan ‘merek' obat yang berbeda.

Pandangan rendah terhadap obat generik dan Puskesmas juga telah ikut merusak citra pelayanan kesehatan di RS besar, terutama RS publik yang menjadi RS rujukan.

Kita bisa saksikan pada ruang rawat jalan di berbagai RS besar telah berubah fungsi secara defakto sebagai Puskesmas raksasa dengan antrean panjang pasien yang akan berobat. Banyak pasien yang harus dilayani yang sebenarnya hanya merupakan kasus medik ringan yang dapat ditangani di Puskesmas. Dengan kondisi seperti ini dimungkinkan pasien tidak dapat terlayani dengan optimal yang akhirnya juga memperburuk citra RS di mata masyarakat.

Sebenarnya, pelayanan kesehatan di Puskesmas telah dilengkapi dengan fasilitas kesehatan dasar, petugas, dan obat-obatan utama. Masyarakat sebenarnya dapat mendapatkan pengobatan standar di Pukesmas mulai dari keluhan-keluhan ringan sampai pada pengobatan lanjutan Tuberculosis (TB), diabetes mellitus (sakit gula), dan penyakit jantung. Dokter dan petugas di Puskesmas mengetahui kapan suatu penyakit atau kasus tersebut harus dirujuk pada pelayan tingkat lanjut, seperti kontrol ulang penyakit jantung dan sakit gula. Inilah seharusnya yang diketahui oleh masyarakat.

Oleh karena itu, untuk mengubah citra kurang baik pada obat generik dan Puskesmas harus dilakukan upaya menyeluruh mulai dari pendidikan terhadap masyarakat tentang obat dan pelayanan kesehatan, perilaku petugas kesehatan, hingga kebijakan pelayanan.

Salah satu usaha untuk memperbaiki pandangan masyarakat terhadap obat generik dan Puskesmas adalah melalui penyuluhan. Masyarakat harus diberikan pemahaman tentang apa dan bagaimana obat generik itu sebenarnya. Bahkan harus diusahakan dapat memasyarakatkan penggunaan istilah ‘obat bermerek' sebagai pengganti istilah obat paten.

Memang ada beberapa obat yang hanya dipasarkan dengan nama dagang tertentu, tetapi biasanya obat ini adalah untuk penatalaksanaan penyakit tingkat lanjut. Harus diakui juga, ada beberapa keuntungan berobat dengan obat bermerek bila obat tersebut merupakan obat kombinasi, karena bila dengan obat generik tentu harus mengkonsumsi lebih dari satu macam obat.

Namun memandang rendah obat generik adalah suatu kesalahan. Bahkan bila penyakit hanya membutuhkan obat tertentu maka memberikan obat tunggal (non kombinasi) dan obat generik adalah pilihan yang tepat.

Para pelayan kesehatan terutama pada pusat pelayan kesehatan swasta juga harus memberikan informasi yang benar, objektif dan jelas tentang obat generik pada pasien, dan pasien juga seharusnya dapat menentukan pilihan untuk mendapatkan obat generik.

Selanjutnya, semua komponen masyarakat mulai dari pejabat, anggota dewan, hingga rakyat biasa harus memahami dan menghargai pelayanan kesehatan kepada Puskesmas. Puskesmas harus dihargai sebagai pelayanan kesehatan terdepan bukan hanya bagi masyarakat berekonomi lemah.

*) Dr.Hardisman, MSc, pemerhati masalah kesehatan masyarakat.

Mari Dapatkan Keuntungan Disini

Copy Right: Hardisman 2007